Oleh:Fauzan S. Al-Basmahi
Kehidupan yang memang penuh dengan kemunafikan, ego dan nafsu. Kesombongan telah membuat banyak kekacauan bahkan kehancuran di muka bumi ini…! Penindasan, pembodohan dan kesemena-menahan telah lama berlangsung dan masih berlangsung dan akan terus berlangsung hingga manusia sadar akan sebuah hakekat yang sebenarnya tentang dirinya dan makna “sebuah” kehidupan. Tingginya tingkat pendidikan seseorang-yang diangggap sebagai ukuran moral dan kedewasaan seseorang- tidak membuktikan bahwa moral dan akhlaknya baik. Dan ini adalah realita yang kita saksikan dan itu ada di sekitar kita bahkan di sebuah “keluarga”.
Prinsip dan pegangan hidup yang ada dalam diri kita, -yang kadang kita anggap paling benar- kadang kala harus mengorbankan dan menindas orang lain. Tingginya ego dan kesombongan yang ada dalam diri manusia membuat ia merasa di atas segalanya, merendahkan orang lain, bahkan menafikan sebuah hakekat yang lebih tinggi dan itu tanpa kita sadari menyisakan sebuah konsekuensi yang harus kita hadapi.
Belajar dari pengalaman, berdialektika dengan realitas, serta mampu membaca kondisi sosial yang ada dikehidupan kita adalah suatu awal yang positif untuk menjadikan diri kita peka terhadap lingkungan, membuat kita sadar akan diri kita yang sebenarnya, membuat diri kita mengerti mengapa kita harus ada dimuka bumi ini dan membuat kita mampu menjadikan diri kita seorang manusia yang benar-benar seorang manusia dan menghormati sesama manusia.
Kenyataan-kenyataan pahit yang kadang kala menerpa kehidupan yang kita jalani adalah bagian dari sebuah proses pembelajaran yang berimplikasi pada tingkah laku kehidupan yang pada gilirannya nanti akan menjadikan kita manusia yang bebas, bijaksana, serta mengerti akan makna yang subtansial dalam realitas fana kehidupan. Orang-orang yang mampu melihat keadaan secara objektif akan bersikap cerdas dan proporsional dalam menyikapi hal-hal yang dianggap tidak sesuai dengan norma-norma sosial. Mereka akan melihat keadaan tersebut secara mendalam dan mempelajarinya hingga dapat menyimpulkan sebuah kesimpulan yang bisa diinternalisasikan kedalam dirinya secara pribadi.
Seandainya kita mau berfikir sejenak untuk mempertanyakan mengapa harus ada kesombongan, mengapa harus ada peperangan, keegoisan, kearifan, dan mengapa harus ada penindasan, serta mengapa Tuhan menciptakan hal-hal yang buruk pada diri manusia? Dan juga mengapa Tuhan menciptakan banyak kebaikan? Pertanyaan di atas adalah pertanyaan yang sangat sederhana dan kalau kita mampu menjawab dengan pandangan-pandangan yang bijaksana maka suatu kesimpulan akan kita dapatkan serta membuat kita mengerti akan sebuah “arti”.
Kita, kadangkala dan seringkali terpesona dengan hal-hal yang bersifat sementara dan berbentuk formalitas belaka yang penuh dengan berbagai manipulasi dan kamuflase. Dan juga kita -sebagai manusia- sering kali bangga akan hal-hal yang kosong, memperdebatkan sesuatu tidak berarti bagi kehidupan. Dan parahnya, kita merasa bangga kalau apa yang kita lakukan menapatkan pujian dari orang lain, sebaliknya kita akan pesimis dan menyerah ketika pekerjaan kita dikritik dan dicela oleh orang lain. Optimisme yang kadang harus kita bangun dari kegagalan tidak membuat hati kita sadar betapa banyak yang harus kita kerjakaan untuk hidup ini, hidup yang sangat singkat dan harus diisi dengan kebaikan-kebaikan yang bermanfaat bagi orang lain.
Menjadikan hidup kita mulia tidak hanya dengan mengutarakan argumentai-argumentasi langit yang tidak difahami makhluk bumi, tidak juga dengan menyimpan sejuta teori pengetahuan untuk diperdebatkan, akan tetapi dengan langkah keberanian yang bijaksana, dengan pengetahuan yang digunakan untuk menjawab tantangan real sosial mayarakat.
Hidup berarti bergerak. Bergerak untuk memberikan kenyamanan dan kebaikan bagi orang lain.
Selasa, 06 April 2010
RENUNGAN QOBLA SUBUH
Langganan:
Posting Komentar
(Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar